Bumi merupakan tempat tinggal manusia. Akan tetapi, ia sering kali tidak dijaga dan dirawat dengan baik. Karena itu, meskipun capaian manusia di bidang teknologi menakjubkan, namun masih menyisakan beragam masalah. Contohnya, sampah.
Sampah telah menjadi isu lingkungan darurat di tingkat global. Dampaknya bagai efek domino yang membuat masyarakat kebingungan dalam penanganannya.
Ini memicu kepedulian banyak pihak. Seperti pihak pemerintah misalnya, khusus untuk lingkup sekolah-sekolah dibuat program Adiwitaya. Melalui program ini diharapkan lembaga pendidikan turut andil dalam mengupayakan penyelamatan terhadap bumi. Ini langkah yang patut diapresiasi mengingat banyak orang tidak tahu harus mulai dari mana, sementara jumlah sampah terus meningkat.
Program Adiwiyata merupakan lomba penanganan lingkungan yang bisa diikuti secara berulang oleh sekolah-sekolah. Pada tahun 2025 Quantum IDEA sebagai lembaga yang bergerak di bidang pendidikan berbasis agama (pesantren) ikut serta dalam program ini. Hasilnya memuaskan. Pesantren Quantum IDEA berhasil meraih prestasi juara I (satu) di tingkat kota Bekasi – Jawa Barat.
Dari awal, Quantum IDEA tidak membatasi diri pada kerja-kerja edukasi teoritis. Dalam tataran praktis, konsistensi terhadap kebersihan terus dibangun. Walaupun visi awal adalah mencetak pengusaha muslim, namun Pesantren Quantum IDEA tidak melupakan keharusan berkontribusi dalam mengatasi isu-isu lingkungan.
Terbukti saat ini, Quantum IDEA aktif dalam kegiatan maksimalisasi penanganan sampah, baik organik maupun nonorganik. Sampah anorganik dipilah sesuai jenisnya. Sampah anorganik yang sudah kotor dan susah untuk dibersihkan dikumpulkan secara rutin untuk dibuang ke TPA. Adapun yang masih bisa dibersihkan diolah sebagai ecobrick.
Ecobrick adalah botol plastik yang diisi rapat dengan residu sampah plastik yang sudah dibersihkan dan dikeringkan. Proses pembuatannya adalah dengan memotong sampah plastik hingga berukuran kecil lalu dimasukkan ke dalam botol plastik. Selain untuk menyimpan residu plastik non-biodegradabel, mengompaksi plastik menjadi unit padat yang bisa menghemat ruang dan mencegah tercecernya sampah plastik di mana-mana, ecobrick bisa juga digunakan sebagai bahan bangunan untuk tembok, bahan pembuatan bangku, pinggiran taman dan lain-lain.
Adapun sampah organik diolah menjadi pupuk kompos yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian di lahan Pesantren. Kecuali sisa makanan, diolah menjadi pakan maggot.
Sampah dari sisa makanan perlu mendapatkan penanganan tersendiri secara terpisah. Ia adalah masalah sampah yang paling cepat memberikan efek buruk bagi lingkungan. Keadaan yang terjadi di masyarakat, sering kali sampah sisa makanan tercampur dengan sampah plastik.
Setelah dibuang di tempat sampah, problem baru muncul karena petugas sampah tidak datang setiap hari. Hal ini perlahan memicu datangnya lalat dan tikus. Utamanya tikus, selain mengacak-acak sampah, ia juga kerap mengganggu keamanan makanan, bahkan mengganggu kenyamanan di dalam rumah.
Menyadari hal tersebut, Quantum IDEA melakukan kunjungan ke Joglo Larva Center (JLC) di Jatiasih Kota Bekasi pada tanggal 17 September 2025. Selain ditujukan untuk studi banding, kunjungan tersebut sekaligus untuk menjajaki kerja sama pengolahan sampah organik melalui budidaya maggot.






Gambaran umum dari kemitraan tersebut, pihak Pesantren akan menyiapkan SDM, lahan, kandang dan beberapa sarana penunjang lainnya. Sementara JLC akan membantu dalam bentuk memberikan pendampingan SDM hingga penjualan. Sekarang, kerjasama tersebut sudah dalam pembahasan.
Melihat kondisi di Pesantren Quantum IDEA sendiri, potensinya cukup mendukung untuk pengembangan maggot. Bahkan dengan luasan kandang yang sudah tersedia, dalam perhitungannya, bisa menampung sisa makanan 240 kg per hari. Angka ini akumulasi dari sekitar 600 KK.
Maggot dalam jumlah yang besar bisa mengefisiensi penumpukan sampah berupa sisa makanan. Bibit maggot 1 gr tumbuh hingga mencapai 3,5 – 4,5 kg dalam durasi waktu 18 hari. Sepanjang itu, pakan yang dibutuhkan sebanyak 25 – 35 kg. Adapun sampah sisa makanan dari setiap rumah per hari sekitar 0,4 kg. Artinya, sisa makanan rumah tangga sebanyak 240 kg per hari akan habis jika ada produksi bibit sekitar 8 – 9 gr bibit maggot per hari dan membutuhkan lahan kandang dengan ukuran 38 – 43 m2.
Selain mengefisiensi penumpukan, maggot juga bernilai ekonomis tinggi. Kisaran harga maggot segar Rp 6.000 per kg. Kalau mengacu pada data di atas, dengan adanya bibit 8 – 9 gr per hari maka estimasi panennya mencapai 34 kg. penjualan bisa mencapai angka Rp 204.000 per hari dan Rp 6.120.000 per bulan. Tidak hanya itu, maggot juga bisa menjadi pakan ikan dan ayam, mengingat kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Dengan demikian, peternak bisa menghemat biaya pembelian pakan.
Jika pesantren berhasil mengelola sisa makanan sebanyak 240 kg per hari atau menghemat biaya pakan ternak, maka dampak positifnya bagi lingkungan dan warga sekitar akan sangat berarti.
Dengan demikian, Pesantren tak hanya memberikan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan bagi para santri semata. Namun dengan mendorong keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pemilahan sampah, maka pesantren secara tidak langsung telah menyumbangkan nilai edukatif-ekologis bagi mereka.
Peran ini fundamental. Pesantren dituntut tidak melulu untuk mengatasi kebutuhan masyarakat akan ilmu dan pengetahuan. Lebih dari itu, Pesantren bisa hadir sebagai bagian dari mata air yang akan menghidupi orang banyak.

AINUL YAKIN
Staff Yayasan Quantum IDEA