Jika keinginan paling abadi harus dibahasakan, maka ia adalah kemerdekaan. Tak ada fondasi yang lebih baik sebagai tempat kita membangun berbagai harapan melebihi kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan, seluruh asa hanya akan dibalut luka lalu kandas di bawah kesewenangan tangan-tangan yang tak akan pernah bisa berpuas diri. Karena itu, sangat beralasan kemudian kalau kemerdekaan dalam segala bentuknya selalu diupayakan, selalu dipertahankan dan selalu dikenang.
Begitulah Indonesia di bulan yang bersejarah ini, dimana-mana tampak bendera Merah Putih dikibarkan, terdengar lagu kemerdekaan diputar berulang-ulang, terselenggara berbagai kegiatan hiburan di tengah masyarakat. Semuanya untuk mengenang kemerdekaan yang diraih bangsa ini delapan puluh tahun silam.
Saat itu, secercah sinar berhasil disibak anak bangsa dengan gagahnya. Kemerdekaan diraih dengan tangan sendiri. Lalu diproklamasikan. Dunia mendengar dan satu per satu menyatakan dukungan dan pengakuannya. Indonesia sejak hari itu menjadi sebuah negara layaknya negara-negara lain di dunia. Di hari itu, masyarakat Indonesia telah maju satu langkah untuk menjadi warga dunia yang lebih percaya diri.
Namun dalam panggung sejarah, rupa-rupanya kemerdekaan tidak pernah benar-benar bisa duduk manis. Ada hasrat tak berkesudahan dari pihak-pihak yang selalu dahaga. Mereka hendak mengisap sesama. Mereka tumbuh dengan kehendak untuk berkuasa. Dengan begitu, kemerdekaan bukanlah sesuatu yang final. Ia mesti dipertahankan terus-menerus.
Begitu sistem kolonialisme mendapat penentangannya oleh masyarakat dunia, praktik-praktik eksploitasi jahat menurun, ketimpangan-ketimpangan kekuasaan dan ekonomi yang ditimbulkan dominasi Negara yang kuat terhadap yang lemah cukup bisa teratasi. Bahkan kemungkinan terjadinya imperialisme fisik antar negara menjadi demikian menurun. Akan tetapi, ancaman tak sekedar dalam bentuk serangan fisik yang brutal, namun imperialisme modern jauh lebih gelap dan menyeramkan walau tampak halus dan memanjakan.
Bentuknya bisa berupa Ideologi pesanan perusak demokrasi dan persatuan, kapitalisme global sang pemangsa rakyat kecil, jeritan utang luar negeri bagai hantu paling horor, akulturasi budaya yang tak seimbang sebagai penghapus jati diri sebagai bangsa, hegemoni teknologi dan sederet contoh lainnya. Dampaknya, timbullah kekeruhan dalam negeri. Misalnya, budaya korup para elit yang bisa mengancam kesejahteraan masyarakat sendiri. Paradigma politik yang tak berbasiskan kerakyatan bisa mengancam keadilan dan menyuburkan kepentingan sepihak. Dan masih banyak contoh lain dari ketidakdewasaan dalam berbangsa.
Jika demikian, revolusi yang bergulir delapan puluh tahun lalu belum selesai. Keberhasilan masyarakat Indonesia mengusir pendudukan militer bangsa penjajah bukanlah akhir dari perjalanan yang seharusnya. Kemerdekaan tak sekedar hasil, melainkan juga proses. Hasil dan proses bagai dua sisi dari satu mata uang yang sama. Dalam melihat kemerdekaan, tak bisa dipandang hanya sebagai hasil semata, sebagaimana ia tak bisa dinilai sebagai proses saja. Sebagai hasil, ia mewariskan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun sebagai sebuah proses, maka ia akan melahirkan semangat juang. Bersyukur sembari tetap berjuang membenahi segalanya adalah tugas yang terbatas waktu.
Saat bersyukur kita tampakkan berulang kali, maka perjuangan juga harus lintas dimensi. Sesungguhnya, perjuangan dari kemerdekaan yang satu kepada kemerdekaan yang lain tak akan pernah tuntas. Demikian juga dengan upaya untuk terus merawat kemerdekaan yang sudah di tangan tak mengenal istilah berhenti.
Dalam kata perjuangan, tersirat ada kesungguhan selain kesinambungan. Kesungguhan ini tak terbatas pada semangat dan cita-cita. Secara praksis, ia adalah persiapan dan strategi. Ia adalah sistem. Ia adalah prinsip dan nilai. Ia adalah bergerak dan maju.
Tak ada kesungguhan yang diwarnai kelalaian, kebodohan, kebohongan yang menyengsarakan rakyat, transaksi haram yang menguntungkan pihak tertentu, dan perilaku-perilaku ekstrim atas nama agama, tak mencintai budaya sendiri, atau lainnya. Kesungguhan memerlukan seperangkat keberanian, keuletan dan kemampuan untuk mengupayakan kemenangan sembari menampik perkara-perkara yang tak menguntungkan bangsa dalam jangka panjangnya.
Jika kita mengambil pelajaran dari Al-Qur’an, kita segera akan mendapati banyak ayat yang berbicara tentang perjuangan selain ayat-ayat yang berbicara tentang kemenangan. Kemenangan bisa diartikan sebuah kemerdekaan dan perjuangan bisa dimaknai upaya menjaga serta merawat kemerdekaan tersebut. Dari fakta tersebut, artinya kitab suci umat Islam ini menghendaki agar kiranya umat manusia bisa mengimbangi kebahagiaan mereka akan kemenangan atau kemerdekaan dengan semangat merawat kemerdekaan itu sendiri.
Dalam konteks Indonesia hari ini, masyarakat Indonesia harus berupaya dengan segala kesungguhan untuk merawat kemerdekaan yang merupakan warisan sekaligus amanah para pahlawan masa lalu, selain merayakan ulang tahunnya.
Bagaimanapun, yang lebih berat dari menggapai prestasi adalah mempertahankannya. Oleh karena itu, dalam momen ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang kedelapan puluh ini, marilah kita bersyukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dia menganugerahkan karunia terbesar kepada bangsa ini bisa lepas dari tekanan imperialis yang haus akan segalanya. Kekuasaan, sumber daya, kekuatan dan lain sebagainya.
Selain itu, kita harus peka terhadap berbagai tantangan eksistensi berbangsa dan bernegara yang semakin hari semakin tajam dan mencekam. Mari berbuat untuk persatuan, demokrasi, keadilan, budaya dan inovasi guna menuju Indonesia yang damai, bersatu, cerdas, berbudaya dan maju.

AINUL YAKIN
Staff Yayasan Quantum IDEA










