KONSEP PESERTA DIDIK DALAM AL-QUR’AN SURAT LUQMAN AYAT 13-19
a. Pendidikan Tauhid
Pada ayat 13 surat Luqman dijelaskan bahwa Luqman Al-Hakim memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik (mempersekutukan Allah). Larangan ini sekaligus mengandung pelajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan. Redaksi pesannya berbentuk larangan, “jangan mempersekutukan Allah” maka penekanannya adalah perlu meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melakukan yang baik. Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa tauhid merupakan ajaran pertama dan utama yang harus diberikan kepada anak, agar anak mengerti tentang pelajaran akhirat sebelum mengetahui pelajaran tentang keduniaan. Pelajaran tauhid merupakan pondasi utama kehidupan. Apabila suatu pondasi tidak kokoh bagaimana akan tetap tegak melewati badai. Berkenaan dengan tauhid dapat diperhatikan ayat berikut.
Artinya:
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
Jika ditelaah, ayat di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga hal yang perlu dilakukan dalam memberikan pendidikan terhadap anak yaitu:
Kata (Ya’idzuhu) menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan itu harus dilakukan dengan cara yang menyentuh hati dan memberikan nasihat secara terus menerus agar anak mampu memahami apa yang disampaikan kepadanya. Ketika anak telah tersentuh hatinya maka akan mudah untuk menerima hal yang diajarkan kepadanya.
Kata (Yaa Buayya) merupakan panggilan yang penuh dengan rasa kasih sayang. Hal ini menunjukkan bawha proses mendidik hendaklah didasari dengan kasih saying terhadap anak didik. Kasih sayang merupakan hal yang dibutuhkan dalam mendidik anak, karena dengan kasih sayang anak didik akan tersentuh hatinya dan akan melaksanakan serta menerima pendidikan dengan sepenuh hati dan keihkhlasan.
Kata laa tusyrik billah merupakan inti ajaran yang diberikan kepada anak yaitu untuk tidak mempersekutukan Allah. Setelah dilakukan cara untuk menyampaikan inti pengajaran yaitu dengan menyentuh hati dengan penuh kasih sayang serta memberikan nasihat secara terus menerus maka sampaikanlah hal yang pokok untuk ditanamkan ke dalam benak dan hati peserta didik.
Potongan ayat tersebut mengisyaratkan bahwa dalam mendidik anak diperlukan tahapan-tahapan sebelum memberikan pengajaran inti kepadanya selain itu juga dapat dipahami bahwa orang tua mempunyai kewajiban terhadap anaknya yaitu mengajarkan nilai-nilai tauhid dan mencegahnya dari berbuat kemusyrikan.
Ajaran tauhid yang diberikan Luqman al-Hakim kepada anaknya sesuai dengan potensi fitrah yang dimiliki anak, sebagaimana diketahui bahwa setiap manusia sebelum lahir ke dunia telah mengaku bahwa Allah swt adalah Tuhannya.
Pengetahuan untuk mempelajari tauhid wajib bagi setiap muslim , sebagaiman firman Allah tentang perintah kepada nabi Muhammad saw. Dan umatnya untuk bertauhid dalam Al-Qur’an Surat Al-Ikhlas: 1-4.
Artinya:
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa.2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Tauhid merupakan prinsip agama samawi, sebab setiap kali Allah swt mengutus rasulNya, maka misi tauhid ini selalu menjadi risalahnya. Walaupun semua rasul membawa ajaran tauhid, tampak ada beberapa perbedaan dalam pemaparan mereka tentang prinsip tauhid. Jelas sekali bahwa nabi Muhammad saw melalui Al-Qur’an diperkaya oleh Allah swt. dengan aneka penjelasan dan bukti, serta jawaban yang membungkam siapapun yang mempersekutukan Tuhan.
Asas pendidikan keimanan terutama akidah tauhid atau mempercayai ke Esaan Tuhan harus diutamakan, karena akan hadir secara sempurna dalam jiwa anak “perasaan ketuhanan” yang berperan sebagai fundamen dalam berbagai aspek kehidupannya. Akidah tauhid yang tertanam kokoh dalam jiwa anak, aka mewarnai kehidupannya, karena terpengaruh oleh suatu pengakuan tentang adanya kekuatan yang menguasainya yaitu Allah Yang Maha Esa. Sehingga timbul rasa takut berbuat kecuali yang baik-baik dan semakin matang perasaan ke-Tuhan-annya semakin baik pula perilakunya. Jadi penanaman akidah iman adalah masalah pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal pikiran sedangkan jiwa telah ada dan melekat pada anak sejak kelahirannya, maka sejak awal pertumbuhannya harus ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaik-baiknya.
b. Pendidikan Akhlak
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan ajaran etika, jika etika
dibatasi dengan sopan santun antar sesama manusia serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak lebih luas maknanya serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sifat batin atau pikiran. Akhlak diniah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa)
Intisari yang bisa diambil dari hal yang berkenaan dengan akhlak terdapat dalam Qur’an Surat Luqman: 14-15.
Artinya:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Ayat di atas dinilai oleh banyak ulama bukan bagian dari pengajaran Luqman kepada anaknya. Ia disisipkan Al-Qur’an untuk menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua menempati tempat kedua setelah pengagungan kepada Allah swt.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ayat tersebut mengisyaratkan pentingnya akhlak terhadap orang tua, sebab ayat di atas memerintahkan manusia untuk berbuat baik terhadap kedua orang tuanya Pada ayat 14 tidak menyebut jasa
bapak, tetapi lebih menekankan pada jasa ibu. Hal ini disebabkan ibu berpotensi
untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelemahan ibu, berbeda dengan bapak. Kelemahan tersebut ditunjukkan dengan ungkapan kata وھنا yang berarti kelemahan yang harus dilalui oleh seorang ibu setelah proses pembuahan sampai proses kelahiran.
Di sisi lain, peranan bapak dalam konteks kelahiran anak lebih ringan dibandingkan ibu. Setelah pembuahan, semua proses kelahiran anak dipikul sendirian oleh ibu. Bukan hanya sampai masa kelahirannya saja, tetapi berlanjut dengan proses penyusuan, bahkan lebih dari itu. Memang ayah pun bertanggung jawab menyiapkan dan membantu ibu agar beban yang dipikulnya tidak terlalu berat, tetapi ini tidak langsung menyentuh anak, berbeda dengan peranan ibu. Betapapun peranan seorang ayah tidak sebesar ibu dalam proses kelahiran anak, namun jasanya tidak boleh diabaikan. Karena itu seorang anak berkewajiban untuk mendoakan ayahnya sebagaimana ia berdoa untuk ibunya. Perintah untuk selalu berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan karena Allah telah menjadikan orang tua secara naluriah rela kepada anaknya. Kedua orang tua akan bersedia mengorbankan apa saja demi anaknya tanpa mengeluh.
Konteks ketaatan anak kepada orang tuanya adalah pada urusan-urusan keduniaan, bukan agama. Ungkapan kata جاھداك yang berarti memaksa pada ayat 15 menunjukkan adanya upaya yang dilakukan orang tua agar anaknya mengikutinya. Akan tetapi, dalam konteks yang tidak ada pengetahuan tentangnya seorang anak dianjurkan untuk tidak mengikutinya. Walaupun demikan, keduanya harus dipergauli di dunia dengan baik meski berbeda keyakinan dan jalan.
Seorang anak harus menyertai kedua orang tuanya dengan baik serta memperhatikan kondisi keduanya dengan lemah lembut tanpa disertai kekerasan. Seorang anak juga harus mampu memikul beban yang dipikulkan ke atas pundaknya oleh kedua orang tuanya. Adapun agama, jika keduanya termasuk orang yang senang kembali kepada ajaran Allah, hendaklah seorang anak mengikuti jalan kedua orang tuanya itu. Tetapi jika tidak demikian, ikutilah jalan selain mereka yaitu jalan orang- orang yang kembali kepada Allah. Dengan demikian, keharusan mempergauli kedua orang tua dengan baik hanya dalam urusan keduniaan, bukan urusan agama.
Al-Qur’an dan sunnah rasulNya menjelaskan permasalahan berbakti kepada orang tua senantiasa dikaitkan dengan keimanan kepada Allah, sedangkan masalah durhaka terhadap keduanya selalu dikaitkan dengan berbuat syirik terhadap-Nya. Tak heran bila sebagian ulama menyimpulkan bahwa keimanan seseorang tidak akan berarti selama dia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya dan tidak ada bakti kepada keduanya selama dia tidak beriman kepada Allah.
c. Pendidikan Ibadah
Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa Arab al-ibadah yang berarti taat, menurut, mengikut, tunduk. Ibadah juga berarti do’a, menyembah atau mengabdi. Sedangkan secara terminologis ibadah diartikan segala sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Inilah definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh. Dari makna ini jelas bahwa ibadah mencakup semua aktivitas manusia baik perkataan maupun perbuatan yang didasari dengan niat ikhlas untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala di akhirat kelak.
Ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu hadir akibat adanya keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa objek yang kepadanya ditujukan itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya. Maksimal yang dapat diketahui bahwa yang disembah dan kepadanya tertuju ibadah adalah Dia yang menguasai jiwa raganya, namun Dia berada di luar jangkauannya.
Terkait dengan ibadah ini dapat dilihat dari nasehat Luqman al-Hakim sebagaimana tercantum dalam Qur’an Surat Luqman 17.
Artinya:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
Jika dicermati ayat di atas, maka ibadah tampaknya memiliki dua arah. Pertama ibadah yang tertuju pada kepada Allah sebagaimana nasehat untuk mendirikan shalat. Kedua ibadah yang berdimensi sosial, seperti nasehat untuk mencegah kemungkaran
dan menyeru kebajikan kepada manusia.
Luqman melanjutkan nasihatnya kepada anaknya, nasihat yang dapat menjamin kesinambungan tauhid serta kehadiran Ilahi dalam qalbu sang anak. Adapun nasihat Luqman yang diberikan kepada anaknya menyangkut amal-amal saleh yang puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amr ma‘ruf dan nahyi munkar, juga nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.
Perintah melakukan ibadah (shalat) ini diikuti pula dengan perintah melakukan kebaikan atau menyeru orang berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah baik yang bersifat ritual maupun sosial saling berpengaruh. Ibadah ritual yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan ikhlas kepada
Allah akan berimplikasi kepada perilaku seseorang.
Shalat hendaknya dibiasakan sedari dini mungkin, agar anak terbiasa dengannya, dan melakukannya dengan senang hati ketika sudah aqil baligh. Apabila seseorang berusaha shalat dengan baik dan khusyu’ maka ia dapat terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Setelah melakukan untuk diri sendiri, maka dianjurkan untuk mengajak orang lain berbuat yang serupa. Namun, sebelum mengajak orang orang lain terlebih dahulu perlu berkaca pada diri sendiri apakah akhlak sudah baik atau belum.
Shalat merupakan ibadah utama, makanya disebut sebagai tiang agama. Shalat juga merupakan ungkapan rasa syukur kita terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Allah. Shalat dikatakan mampu mencegah perbuatan keji dan munkar, selama kita berusaha melakukan shalat secara benar. Shalat juga menjadi penentu amal perbuatan manusia, karena pada hari pengadilan yang pertama dihitung adalah ibadah shalat.
Sayyid Quthb memaparkan bahwa jalan aqidah yang telah dirumuskan adalah mengesakan Allah, merasakan pengawasan-Nya, mengharapkan apa yang ada di sisi- Nya, yakin kepada keadilan-Nya, dan takut terhadap pembalasan dari-Nya. Kemudian beralih kepada dakwah untuk menyeru manusia agar memperbaiki keadaan mereka, serta menyuruh mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Juga bersiap-siap sebelum itu untuk menghadapi melawan kemungkaran, dengan bekal yang pokok dan utama yaitu bekal ibadah dan menghadap kepada-Nya (dengan mendirikan shalat, serta bersabar atas segala yang menimpa di jalan Allah).
Ma‘ruf adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat dan telah dikenal secara luas selama sejalan dengan al-khayr (kebajikan) yaitu nilai- nilai ilahiah. Adapun munkar adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh mereka serta bertentangan dengan nilai-nilai ilahiah. Karena kedua hal itu merupakan kesepakatan umum masyarakat, maka ia bisa berbeda-beda antar satu komunitas masyarakat muslim satu dengan lainnya.
Dari penjelasan tersebut, terdapat pesan bahwa sikap amar ma’ruf dan nahi munkar adalah bentuk kepedulian seseorang kepada sesama. Seseorang dituntut harus
memiliki kepedulian terhadap sesama dalam bersosial. Bentuk kepedulian social tersebut direfleksikan dengan sikap amar ma’ruf dan nahi munkar sebagaimana yang tertuang dalam surah Luqman ayat ke-17. Jika sikap ini sudah tertanam dalam diri, maka ia akan terhindar dari sikap yang hanya memikirkan diri sendiri tanpa ada kepekaan terhadap keadaan sekitarnya.
Kata sabar yang terdapat pada ayat ke-17 tersebut berkisar kepada tiga hal; menahan, ketinggian sesuatu dan sejenis batu. Dari makna menahan, lahir makna konsisten dan bertahan, karena yang bersabar bertahan menahan diri pada suatu sikap.
Seseorang yang menahan gejolak hatinya, dinamakan bersabar. Makna kedua, lahir kata subr yang berarti puncak sesuatu. Makna ketiga, lahirlah al-subrah, yaitu batu yang kokoh lagi kasar, atau bisa juga berarti potongan besi. Ketiga makna ini dapat berkaitan, apalagi pelakunya merupakan manusia. Seorang yang sabar, akan menahan diri dan untuk itu ia memerlukan kekokohan jiwa, dan mental baja agar dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya. Sabar adalah menahan gejolak nafsu demi mencapai suatu hal yang baik atau yang terbaik.
Untuk menjalankan perintah tersebut, tidaklah mudah melainkan banyak rintangan yang harus dilalui, sehingga diperintahkan untuk selalu bersikap sabar. Adapun sabar terhadap apa yang menimpa yaitu bukan hanya saat tertimpa musibah atau cobaan melainkan juga bersabar dalam proses melakukan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar. Orang yang melaksanakan amar ma’ruf nahyi munkar harus siap secara mental untuk menerima segala hinaan, cacian, bahkan ancaman, untuk itu dibutuhkan kesabaran yang cukup agar mampu menjalankan dakwahnya.
Ayat di atas dimulai dengan perintah shalat dan diakhiri dengan perintah untuk sabar, karena sesungguhnya kedua hal tersebut merupakan jalan untuk meraih ridha Allah swt. Sebagaiman firman allah dalam Qur’an Surat Al-Baqarah: 45.
Artinya:
Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.
2. Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surah Luqman Ayat 13-19
Dalam mendidik seorang anak, sudah pasti orang tua harus mengetahui bagaimana cara menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik terhadap seorang anak. Nilai-nilai pendidikan itu dapat diambil oleh seorang anak melalui proses pengajaran danketeladanan apa yang dicontohkan oleh kedua orang tua. Adapun nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Qur’an Surat Luqman: 13-19 yaitu:
a. Pendidikan dengan kasih sayang
Dalam memberikan pengajaran hendaklah dilakukan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan seperti yang terdapat dalam ungkapan Yaa Bunayya) wahai anakku). Agar apa yang disampaikan dapat diserap dengan baik oleh anak. Kata Yaa Bunayya ini merupakan suatu cara yang harus dilakukan dalam mendekati anak ketika memberikan pengajaran kepadanya. Mendekati anak dengan panggilan kasih sayang akan mampu menggugah hatinya untuk menerima apa yang disampaikan kepadanya.
b. Pedidikan yang berkesinambungan
Memberikan pendidikan hendaknya berkesinambungan agar anak mudah memahami apa yang disampaikan kepadanya, dilakukan dengan cara memberikan nasihat kepada anak secara terus menerus tanpa mengenal rasa bosan.
c. Berbakti kepada orang tua dalam hal kebaikan
Setelah perintah untuk tidak menyekutukan Allah, maka hal selanjutnya yang harus ditanamkan adalah perintah untuk berbakti kepada orang tua. Karena orang tua merupakan perantara anak lahir ke dunia. Walaupun dalam surah Luqman yang dibahas adalah jasa ibu, akan tetapi kita tidak boleh mengesampingkan jasa ayah. Karena keduanya memiliki peran yang besar dalam membesarkan anak-anaknya. Dapat disaksikan bagaimana perjuangan orangtua merawat anaknya sejak dalam kandungan, namun perjuangan tersebut tidak menuntut balas. Allah hanya memerintahkan untuk berbakti kepada orangtua sebagai ungkapan terima kasih. Namun apabila orangtua mengajak untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak diketahui, maka tidak diperbolehkan untuk mematuhinya, malainkan dalam urusan duniawi yang tidak bertentangan dengan keyakinan. Anak dianjurkan untuk tetap bersikap baik, menghormati, dan memperlakukannya sesuai ajaran agama serta mendoakan keduanya.
d. Mendirikan Shalat
Mendirikan shalat akan lebih mudah bila kita melakukannya sebagai kebutuhan bukan kewajiban. Mengerjakan shalat merupakan hal yang penting dan telah menjadi kewajiban-kewajiban orang sebelumnya, karena shalat merupakan salah satu penghubung antara hamba dengan Tuhannya.
e. Amar Ma’ruf Nahyi Munkar
Menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, itu mengandung pesan untuk terlebih dahulu mengerjakannya, karena sebelum menyeru orang lain terlebih dahulu harus dilakukan oleh diri sendiri.
f. Bersabar
Setiap manusia yang ada di atas bumi pasti akan mengalami yang namanya cobaan atau ujian dari Allah, baik itu berat atau ringan, senang atau susah, banyak atau sedikit. Allah tidak menyuruh untuk putus asa apabila cobaan menghampiri melainkan menyuruh untuk sabar dan tabah. Selain sabar, manusia juga harus bertawakkal kepadanya disertai dengan berusaha dan berdoa.
g. Larangan bersikap Sombong
Orang yang sombong adalah orang yang merasa dirinya lebih baik serta menganggap kecil dan meremehkan orang lain sehingga menampakkan kesombongan. Allah melarang sifat sombong karena hal ini dapat merusak tali silaturahim diantara sesama manusia. Oleh karna itu, tampakkanlah keramahan wajah terhadap setiap manusia dan tetaplah dalam sifat tawaddu sebagai bekal dalam bersosialisasi terhadap sesama.
h. Sederhana dalam berjalan dan berbicara
Sederhana dalam berjalan merupakan cara berjalan yang biasa-biasa saja dan mempunyai maksud yang baik. Apabila sedang berjalan jangan terlalu cepat dan jangan pula terlalu pelan melainkan dengan sederhana serta menyapa apabila bertemu dengan orang lain. Kemudian ketika berpapasan dengan saudara sesama muslim hendaknya mengucapkan salam.
Selain berjalan, hal yang tidak kalah penting adalah berbicara. Ketika berbicara hendakalah dilakukan dengan nada yang lembut dan sopan santun terhadap orang yang diajak bicara. Jadi, dalam mendidik anak hendaknya mengikuti tuntunan ajaran agama, seperti yang terdapat dalam surah Luqman ayat 13-19 yang menunjukkan bahwa sebelum anak dididik tentang masalah dunia sebaiknya diperkenalkan lebih dulu dengan masalah akidah (tauhid), akhlak, dan ibadah. Dalam memberikan pendidikan hendaknya didasari dengan rasa kasih sayang, hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kecerdasan emosional anak, agar lebih peka terhadap keadaan di sekitarnya sehingga melahirkan sifat empati atau peduli.