Kehilangan yang paling mendalam bukanlah kehilangan orang terkasih melainkan kehilangan diri sendiri. Jika manusia tak memiliki dirinya, ia mesti mengupayakannya kembali. Dengan begitu, dipahamilah bahwa kemanusiaan menjadi milik sejati siapapun manusia.
Manusia terlahir dan tumbuh dengan dua dimensi yang paradoks. Berpotensi baik sekaligus berpotensi buruk. Maulid mengingatkan bahwa sosok nabi Muhammad saw. Adalah seorang manusia yang tuntas mengoptimalkan potensi baiknya. Itulah pesan yang tak berhenti berulang dari mimbar-mimbar majlis di setiap perayaan atas kelahiran beliau sampai sekarang.
Dalam memberikan keteladanan, baginda nabi harus menampakkan diri sebagai manusia pada umumnya agar celah-celah untuk mencontohnya bisa diidentifikasi banyak umat lintas generasi. Adapun komentar miring dan sikap tak manusiawi yang muncul dari kalangan kaum musyrikin makkah saat melihat sisi kemanusiaan baginda nabi terekspos sesungguhnya bermuara pada pengingkaran mereka terhadap kebenaran hari kiamat. Al-Furqan ayat 11 memberikan penjelasan singkat demikian.
Karena itu, beraneka bentuk tanggapan menohok dari mereka tidak mendapatkan jawaban yang segera dari al-qur’an dikarenakan anggapan-anggapan buruk tersebut bukanlah sesuatu yang esensial. Anggapan bahwa kenabian identic dengan kesucian yang dalam versi mereka dimaknai sebagai tak berprilaku layaknya manusia pada umumnya sebetulnya juga tak digubris karena nabi-nabi terdahulu juga demikian. Begitu kata Al-Furqan ayat 20.
Jika sisi-sisi kemanusiaan tersebut ditemukan pada setiap nabi, itu artinya nabi didisain untuk bisa dicontoh dan diteladani. Karena itu, para nabi secara umum selalu mengajarkan bagaimana manusia mengupayakan kebaikan pada dirinya dan sekelilingnya. Tak terkecuali baginda nabi Muhammad saw. dalam membina umat manusia saat itu untuk bermanfaat pada diri mereka sendiri, keluarga dan masyarakat secara umum.
Meskipun dalam beberapa kesempatan, nabi tampil dengan kelebihan yang tak biasa seperti membantu wudhu para sahabat dengan air yang keluar dari jemari beliau, itu tak lain adalah mukjizat temporal yang akan menyisakan mental imperior pada diri orang-orang yang memusuhi beliau. Dan itupun jarang-jarang terjadi.
Justru mukjizat terbesar beliau adalah al-qur’an. Sebuah kitab suci yang mengandung validitas sangat tinggi karena nabi akan berhadapan dengan orang-orang yang cerdas secara kognisi dan maju dalam peradaban. Pemberian kitab suci pun bukanlah hal yang baru. nabi-nabi terdahulu pun beberapa diantaranya telah mendapat kitab suci juga sebagai panduan bagi umat manusia dalam beragama.
Maka melihat sisi kemanusiaan pada diri baginda nabi tidak terbatas pada melihat bahwa itu adalah perkara keseharian manusia lalu berhenti di situ, melainkan dipandang sebagai symbol atau mungkin lebih tepatnya bahwa nabi punya visi memperbaiki kemanusiaan. Atau kalau tidak memperbaiki, ya mencontohkan. Bagaimanapun, kemanusiaan adalah tentang nilai, dan nilai pada diri manusia sangat kompleks.
Potensi baik dan potensi buruk pada manusia adalah sesuatu yang niscaya. Akan tetapi kemampuan dan keterampilan dalam mengoptimalkan potensi baik bukanlah hal yang natural pada setiap orang. Karena itu, dalam ruang ini baginda nabi menjalankan tugasnya. Yaitu memberikan stimulus agar umat memilih potensi-potensi luhurnya untuk ditampilkan ke permukaan.
Pada akhirnya, bermaulid adalah meniru nabi dengan cara mengoptimalkan seluruh potensi baik yang ada pada kita sebagai seorang manusia. Maka jika ada tokoh yang kehilangan kemanusiaannya sementara di saat yang sama, ia mengklaim diri sebagai pengikut nabi maka sebetulnya tanpa disadarinya ia tengah memproduksi hal yang keliru.
Ainul Yakin
Mahasiswa Magister Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sadra - Jakarta,
Staff di Pondok Pesantren Quantum IDEA